Yayasan Samahita Bersama Kita
Kuat bersama-sama melawan kekerasan seksual berbasis gender!

Yayasan Samahita Bersama Kita atau dikenal dengan Samahita Foundation didirikan pada 2015 sebagai organisasi masyarakat yang fokus pada isu kekerasan berbasis gender, khususnya kekerasan seksual. Samahita bertujuan menjadi ruang aman bagi penyintas dan masyarakat umum untuk membangun kekuatan kolektif, meningkatkan kesadaran, dan belajar bersama.
Kami menyediakan pendampingan sosial dan rumah aman bagi korban kekerasan seksual di Bandung dan sekitarnya. Selain itu, kami aktif dalam kampanye, advokasi, dan edukasi mengenai isu ini. Kegiatan rutin kami meliputi diskusi “Dialog Sore”, forum “Klub Kajian Samahita”, dan podcast “Samahitalks”. Kami juga pernah mengadakan kelas gender, kunjungan kampus, pertunjukan seni, dan pawai.
Saat ini, Samahita memiliki 52 anggota yang terbagi dalam enam divisi: Kesekretariatan, Program, Humas, Konten dan Sosial Media, Litbang, dan Pendampingan. Kami telah bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk DP3AKB Jabar, UPT P2TP2A Bandung, Komnas Perempuan, SafeNet, Koalisi Perempuan Indonesia, serta sejumlah universitas dan komunitas lokal dan nasional.
Visi & Misi kami yaitu memberikan dukungan dan bantuan kepada korban kekerasan berbasis gender khususnya korban kekerasan seksual, mendirikan dan menyelenggarakan rumah aman bagi korban kekerasan berbasis gender khususnya korban kekerasan seksual, serta menjadi kanal informasi terkait isu kekerasan berbasis gender.
Ketimpangan gender di tempat kerja masih menjadi persoalan serius. Salah satu yang paling menonjol adalah perbedaan gaji antara laki-laki dan perempuan yang menduduki posisi dan tanggung jawab yang sama. Meski memiliki kualifikasi setara, perempuan kerap kali menerima bayaran lebih rendah dibandingkan rekan laki-laki mereka.
Masalah lain yang juga mencuat adalah rendahnya jumlah perempuan di posisi kepemimpinan. Banyak perempuan terhambat untuk naik jabatan karena bias struktural dan kurangnya dukungan terhadap keseimbangan peran kerja dan keluarga, seperti cuti melahirkan atau fleksibilitas jam kerja.
Stereotip peran gender juga memperkuat ketimpangan ini. Profesi seperti teknik dan teknologi sering dianggap lebih cocok untuk laki-laki, sementara perempuan lebih diasosiasikan dengan bidang seperti keperawatan atau pendidikan anak. Pola pikir ini membatasi pilihan karier berdasarkan gender, bukan kemampuan.
Mengatasi ketimpangan ini memerlukan perubahan kebijakan di tempat kerja dan transformasi pola pikir di masyarakat. Lingkungan kerja yang adil dan setara akan memberi ruang bagi semua orang untuk berkembang tanpa batasan gender.
Kesetaraan gender berarti semua individu memiliki hak, peluang, dan tanggung jawab yang setara, tanpa dibatasi oleh identitas gender. Ini mencakup akses yang adil ke pendidikan, pekerjaan, layanan kesehatan, partisipasi politik, serta perlindungan hukum.
Namun, mewujudkan kesetaraan gender bukan sekadar memperbaiki angka partisipasi. Ini menuntut perubahan norma sosial, penghapusan diskriminasi terselubung, serta penyesuaian kebijakan yang responsif terhadap kebutuhan semua gender. Pendidikan kesetaraan gender sejak dini berperan penting dalam membangun generasi yang lebih peka terhadap keadilan sosial.
Kekerasan berbasis gender (KBG) adalah kekerasan yang ditujukan kepada seseorang karena identitas atau ekspresi gender mereka. Bentuknya sangat beragam, mulai dari kekerasan fisik, seksual, psikologis, hingga ekonomi. KBG mencakup kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual di ruang publik maupun daring, pernikahan paksa, mutilasi genital perempuan, dan praktik diskriminatif lainnya.
Akar KBG terletak pada ketimpangan kekuasaan, norma patriarkal, serta budaya yang menoleransi kekerasan. Di seluruh dunia, perempuan, anak perempuan, dan kelompok LGBTQIA+ sangat rentan menjadi korban.
Upaya penghapusan KBG memerlukan pendekatan multidimensi: penegakan hukum yang tegas, pemberdayaan korban, perubahan sikap masyarakat, serta edukasi yang berkelanjutan. Negara, komunitas, dan individu harus bahu-membahu membangun budaya yang mendukung kesetaraan dan menghormati martabat setiap manusia.
Feminisme adalah gerakan sosial, politik, dan intelektual yang berupaya menghapus diskriminasi dan ketidaksetaraan berbasis gender. Lebih dari sekadar memperjuangkan hak perempuan, feminisme mencakup visi dunia yang adil bagi semua gender.
Gerakan ini mengkritisi sistem patriarki, yakni struktur sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pihak dominan. Feminisme menyoroti bagaimana patriarki merugikan semua pihak: perempuan sering menghadapi kekerasan dan pembatasan peran, sementara laki-laki ditekan oleh ekspektasi maskulinitas yang kaku.
Feminisme hadir dalam beragam arus, seperti feminisme liberal, radikal, interseksional, dan post-kolonial, yang masing-masing menyoroti berbagai aspek ketidakadilan gender. Dengan pendekatan yang inklusif, feminisme mengajak semua pihak untuk terlibat dalam perubahan sosial demi dunia yang lebih setara.
Keadilan transformatif adalah pendekatan yang melampaui model keadilan retributif yang berfokus pada penghukuman. Ia bertujuan menciptakan perubahan struktural yang mencegah kekerasan terulang, sembari memperhatikan kesejahteraan korban dan akuntabilitas pelaku. Dalam konteks kekerasan berbasis gender, keadilan transformatif membantu mengungkap akar patriarki dan ketimpangan yang memungkinkan kekerasan terjadi.
Pendekatan ini menekankan proses dialog, pemulihan, dan perubahan komunitas, bukan hanya vonis pengadilan. Ia memberi ruang bagi korban untuk mendapatkan pengakuan atas pengalaman mereka, dan bagi pelaku untuk bertanggung jawab serta berkontribusi pada pemulihan. Dengan demikian, keadilan transformatif memperkuat solidaritas sosial dan membangun budaya yang menolak kekerasan.
Pada tanggal 14 Juni 2025 Dalam kegiatan "Dialog Sore" bertajuk Merawat Tubuh, Merawat Pilihan, dua ...
Setelah proses pendekatan dengan beberapa kandidat dan serangkaian pertanyaan mengenai pemahaman dan...